Tiga Pertanyaan


Ada seorang pemuda yang lama sekolah di negeri paman Sam kembali ke tanah air. Sesampainya di rumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seorang guru agama, pendeta ataupun siapa pun yang bisa menjawab pertanyaannya.
Akhirnya orang tua pemuda itu mendapatkan orang tersebut. Segera setelah mereka dipertemukan, maka kata si pemuda:
“Anda siapa? Dan apakah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya”
“Saya hamba Tuhan dan dengan izin-Nya, saya akan menjawab pertanyaan Anda,“ ujar sang pendeta.
“Hahaha…Anda yakin? Bahkan profesor dan banyak orang pintar saja tidak mampu menjawab pertanyaan saya.”
“Tidak apa-apa, saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.”
“Oke saya mempunyai 3 buah pertanyaan buat bapak. Pertama, kalau memang Tuhan itu ada, tolong tunjukan wujud Tuhan kepada saya, kedua, menurut bapak apakah yang dinamakan takdir, dan ketiga, kalau setan diciptakan dari api kenapa ia dimasukan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak menyakitkan buat setan sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak pernah berpikir sejauh itu?”
Sejenak pendeta itu berpikir, lalu secara tiba-tiba ia menampar pipi si pemuda dengan keras. Pemuda itu kaget. Sambil menahan rasa sakit dan marah si pemuda berseru: Kenapa Anda marah dan menampar saya!?”
“Maafkan saya, tapi saya tidak marah... Tamparan itu adalah jawaban saya atas tiga buah pertanyaan yang anda ajukan kepada saya.”
Si pemuda mengerenyitkan keningnya. “Saya sungguh-sungguh tidak mengerti…apa maksud Anda?”
“Baiklah bagaimana rasanya tamparan saya?” tanya pendeta.
“Tentu saja saya merasakan sakit”, sahut si pemuda ketus.
“Jadi Anda percaya bahwa sakit itu ada?”
“ya ialah.”
“Kalau begitu, tunjukkan pada saya wujud sakit itu.”
“Saya tidak bisa.”
“Itulah jawaban pertanyaan pertama, kita semua merasakan keberadaan Tuhan tanpa mampu melihat wujudnya.”
Si pendeta bertanya lagi: “Apakah tadi malam anda bermimpi akan ditampar oleh saya?’
“Tidak,” jawab si pemuda.
“Apakah pernah terpikir oleh Anda menerima sebuah tamparan dari saya hari ini?” lanjut pendeta itu.
“Tidak.”
“Nah itulah yang dinamakan takdir. Apa anda tahu terbuat dari apa tangan yang saya gunakan untuk menampar anda?”
“Mengapa Anda bertanya begitu? Dari kulit dong!” jawab si pemuda sewot.
“Terbuat dari apa pipi anda?”
“Kulit.”
“Nah bagaimana rasanya tamparan saya?”
“Sakitlah…”
“Begitupun  setan. Walaupun setan dan neraka terbuat dari api, tapi jika Tuhan berkehendak maka neraka akan menjadi tempat yang menyakitkan untuk setan,” jawab si pendeta.
Mendengar itu si pemuda terdiam malu.
(sumber: Victorius, Edisi 422, Desember 2007, hlm 10)

4 komentar: